Beranda | Artikel
Barang Servis yang Tidak Diambil Akan Dijual?
Rabu, 11 April 2018

Menjual Barang Servisan yang Lama Tidak Diambil Pemiliknya

Tukang servis membuat aturan, barang yang tidak diambil lebih dari 1 bulan akan dijual, dan hasilnya akan diinfakkan. Apakah ini dibolehkan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ada beberapa pengantar untuk memahami itu,

Pertama, Ada 2 jenis penjual jasa yang dibahas dalam kajian fiqh muamalah,

[1] Ajir khas – orang yang menjual jasanya kepada orang lain untuk satu tugas tertentu, dan tidak bisa ‘disambi’ (merangkap pekerjaan) dengan yang lain selama masa kerjanya. Misalnya, sopir pribadi atau tukang pijit atau tukang yang memperbaiki rumah. Ketika dia sedang menangani tugas tertentu, dia tidak bisa menerima tugas klien lainnya.

[2] Ajir ‘aam – orang yang menjual jasanya kepada orang lain secara terbuka, sehingga bisa mengerjakan tugas lebih dari satu klien. Misalnya, tukang jahit yang bisa menerima banyak orderan, atau tukang servis hp, laptop, dst.. perbedaan ajir khas dengan ajir am, ajir am bisa melayani banyak konsumen dalam satu waktu.

Kedua, Posisi seseorang ketika memegang hart orang lain ada 2:

[1] Amin (orang yang mendapat amanah).

Seorang yang memegang harta orang lain di posisi sebagai amin, dia tidak menanggung resiko apapun terhadap harta atau barang yang dia bawa jika terjadi kerusakan. Kecuali kerusakan yang ditimbulkan karena kesalahannya atau keteledorannya.

Misalnya: orang yang dititipi. Dalam akad wadiah, orang yang dititipi merupakan amin bagi orang yang menitipkan.

[2] Dhamin (orang yang menanggung resiko). Yaitu pemegang harta orang lain, dan dia harus menanggung semua resiko terhadap harta itu, apapun yang terjadi. Misalnya: orang yang berutang atau orang yang meminjam barang orang lain.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا ضَمَانَ عَلَى مُؤْتَمَنٍ

“Orang yang mendapatkan amanah tidak menanggung resiko.” (HR. ad-Daruquthni 2961 dan dihasankan al-Albani)

Ketiga, Tukang Servis itu Amin atau Dhamin?

Ulama sepakat bahwa ajir khas statusnya amin. Sehingga dia tidak menanggung resiko normal terhadap barang yang dia tangani.

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,

واتفقوا كذلك على أن الأجير الخاص أمين، فلا ضمان عليه فيما تلف في يده من مال، أو ما تلف بعمله إلا بالتعدي، أو التفريط؛ لأنه نائب المالك في صرف منافعه إلى ما أمر به، فلم يضمن كالوكيل

Ulama sepakat bahwa ajir khas adalah amin (orang yang mendapat amanah). Dan dia tidak menanggung resiko terhadap kerusakan harta orang lain di tangannya. Atau kerusakan diakibatkan kerjanya, kecuali jika berlebihan atau teledor. Karena posisi dia sebagai wakil dari pemilik untuk memanfaatkan barang itu, sesuai yang dia perintahkan. Sehingga dia tidak menanggung resiko, sebagaimana wakil.

Sementara ajir am, seperti tukang servis, termasuk dhamin ataukah amin?

Ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

Pendapat yang lebih mendekati adalah ajir ‘am termasuk amin. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, pendapat Imam as-Syafii menurut riwayat yang lebih kuat, dan pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat.

(al-Hidayah fi Syarh al-Bidayah, 3/242 – al-Bayan fi Madzhab as-Syafii, 7/385, dan al-Kafi fi Fiqh Ahmad, 2/184)

Karena itu, ketika ada resiko terhadap barang di luar keteledorannya, dia tidak turut menanggungnya.

Keempat, ketika konsumen menyerahkan barang kepada tukang servis, maka status barang itu adalah barang titipan, yang wajib diberi penjagaan normal oleh tukang servis. Dia berhak memperlakukan benda itu, sesuai kebutuhan normal sebagai tukang servis, misalnya membongkar, mengganti onderdil, meng-uji coba, dst.

Ketika barang sudah selesai, statusnya masih menjadi barang titipan (wadiah), sehingga menjadi barang amanah hingga dikembalikan ke pemiliknya.

Allah berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. an-Nisa: 58)

Kelima, hukum asal menerima wadiah adalah mubah

Dalam arti, ketika si A dititipi orang lain, si A berhak untuk menolaknya.

Karena orang boleh menolak ketika diberi amanah, dengan pertimbangan apapun yang melatar-belakanginya.

Dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab as-Syifii dinyatakan,

يتناول الوديعة الأحكام الخمسة … الإباحة: بمعنى ان للوديع ان يقبل الإيداع وله ان لا يقبل، ويستوى الحال بالنسبة اليه، وذلك في حال انه لا يثق بأمانته في المستقبل، او كان عاجزا عن حفظ الوديعة

Wadiah memiliki 5 hukum… diantaranya mubah, dalam arti orang yang dititpi berhak menerima titipan dan juga berhak tidak menerimanya. Dan status hukumnya sama bagi dia. Bisa jadi penolakan itu dilakukan karena dia tidak merasa yakin bisa menjaga amanah itu ke depan, atau tidak mampu untuk menjaga barang titipan itu. (al-Fiqh al-Manhaji, 7/87)

Karena itu, boleh saja tukang servis menolak amanah itu, ketika tidak memungkinkan untuk menjaga terus barang itu. Sehingga dia boleh membatasi masa tinggal barang itu di tempatnya, misal 1 bulan.

Artinya, selama rentang 1 bulan, tukang servis bersedia menjadikan barang itu sebagai wadiah yang diamanahkan kepadanya. Selebihnya, tidak menerima amanah itu.

Keenam, jika tidak menerima titipan, lalu dikemanakan barang itu?

Pada prinsipnya ketika seseorang tidak menerima untuk dititipi barang, sementara pemilik memaksa untuk tetap menitipkannya, maka dia sudah tidak lagi berkewajiban untuk menjaganya. Sehingga dia berhak menaruh barang itu di luar kawasannya atau di gudang, dst. Selanjutnya semua kerusakan barang itu, dia tidak menanggung resiko.

Namun tidak boleh dijual. Karena pemiliknya tetap ada. Sehingga jika hendak dijual harus izin ke pemilik.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/31525-barang-servis-yang-tidak-diambil-akan-dijual.html